Kabar duka datang dari dunia seni erotis underground Jepang,
Toshio Saeki, ilustrator, pelukis, dan “Bapak dari Erotika Jepang,” telah meninggal di usianya yang ke-74 tahun. Meninggalnya beliau dikonfirmasi dalam sebuah postingan akun Instagram dengan nama nanzukaunderground. Penyebab kematiannya tidak dinyatakan.
Saeki adalah tokoh legendaris dari scene “underground” Jepang pasca perang, yang membangun kaum antusias ilustrasi erotis yang memadukan gore, humor, dan cerita rakyat Jepang. Karena Tokyo menjadi sasaran revolusi sosial pada tahun 1970-an, gambar-gambar Saeki, yang terlalu terang-terangan, bahkan main-main ke tabu seksual, menarik perhatian. “Biarkan orang lain untuk menggambar bunga-bunga yang tampaknya indah yang mekar dalam pemandangan yang indah dan terlihat menyenangkan,” katanya kepada Dazed pada tahun 2013. “Saya mencoba menangkap bunga-bunga cerah yang kadang-kadang bersembunyi dan kadang tumbuh dalam mimpi yang tak tahu malu, tak bermoral, dan mengerikan. ”
Saeki dilahirkan pada tahun 1945, di prefektur Miyazaki, Japan. Beliau menghabiskan masa-masa kecilnya di Osaka, dan beliau pindah ke Tokyo pada tahun 1969. Beliau jarang berbicara tentang tahun-tahun awalnya dalam wawancara; ketika Saeki benar-benar terbuka, beliau lebih sering menjelaskan kesukaannya pada drama periode samurai atau ilustrasinya, yang merupakan subjek yang datang di dalam mimpi dan penglihatan seperti roh Shinto melayang di antara gadis-gadis sekolah, mayat yang menimbulkan nafsu berahi, kehidupan dan supranatural yang berbaur erat.
Dalam sebuah wawancara tahun 2017 dengan Artsy, beliau menjelaskan ketertarikannya pada komikus Barat, khususnya ilustrator Perancis Tomi Ungerer. Saeki merilis terbitan secara teratur di majalah Jepang, termasuk Heibon Punch yang terkenal. Pada tahun 1970 beliau menerbitkan sendiri artbook dengan 50 gambar, berjudul Toshio SAEKI. Buku itu sukses besar dan kemudian tahun itu Saeki diberikan pertunjukan solo di Paris.
Pada tahun 1972, karya seninya muncul di sampul album Some Time in New York City dari John Lennon dan Yoko Ono. Pada tahun-tahun berikutnya, beliau melakukan pameran secara teratur di balai kesenian Jepang dan Paris tetapi sebagian besar karyanya gagal menarik perhatian serius dari lembaga seni besar. Tapi, kata Saeki, beroperasi di “underground” memberinya kebebasan untuk melaksanakan visi-visi yang paling nekat. Pada akhir tahun 2000an, beliau hanya bepergian ke luar Jepang satu kali.
Pada tahun-tahun terakhir hidupnya, khalayak internasional akhirnya menotisnya. Pada bulan Desember 2016, Galeri Jiu Xiang Ju di Taipei memamerkan sejumlah ilustrasinya. Karyanya dipresentasikan di Art Basel di Hong Kong pada tahun 2017. Dan beliau adalah salah satu dari 17 seniman yang ditampilkan dalam “Tokyo Pop Underground,” sebuah pertunjukan yang saat ini diperlihatkan di balai kesenian Jeffrey Ditch di New York yang mengeksplorasi lintasan seni kontemporer Jepang. Yang ditampilkan di balai kesenian adalah lukisan dinding kolosal Ureshi Daruma (2018) karya Saeki, yang menggambarkan boneka daruma yang ditunggangi oleh gadis-gadis muda di langit hitam yang datar.
“Visi yang saya perlihatkan kepada orang-orang adalah hal-hal yang tidak dapat dipahami dari ero [erotika] dan misteri,” kata Saeki kepada Artsy. “Jika kenyataan yang tersembunyi di dalam jiwaku, bahkan jika itu hanya bagian terkecil darinya, mampu membangkitkan sesuatu di mata orang yang melihatnya, maka niatku telah tercapai.”
Kami segenap staf Waritaku turut berduka cita atas kepergiannya.
Sumber: ARTnews
Comments